Masih Dijadikan Susu untuk Balita, Edukasi Kental Manis di Desa Perlu di Perkuat 

Jogjakarta, trivianews.id-Pemahaman masyarakat mengenai kental manis masih menjadi tantangan di tingkat desa. Sebab, masih banyak yang mempersepsikan kental manis sebagai susu. Hal itu membuat edukasi gizi butuh diperkuat di masyarakat desa.

Fakta tersebut disampaikan Kader Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Galur, Supriharsih dalam Forum Group Discussion yang dilaksanakan oleh Unversitas Aisyiyah (UNISA) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) di Klinik Pratama Aisyiyah Kulon Progo, dalam rangka  penelitian terhadap dampak kesehatan dan status gizi balita yang   konsumsi kental manis.

“Biasanya masyarakat disini kalau jenguk orang sakit, yang dibawa itu susu kalengan, terus roti tawar terus ditambah lagi bawa pisang,” kata Supriharsih.

Supriharsih menyebut kebiasaan tersebut karena minimnya informasi mengenai kandungan sebenarnya dari kental manis. Kental manis masih dianggap sebagai susu dan diyakini memiliki khasiat.

“Mungkin itu karena kurang pengetahuan. Jadi kami dari PCA Galur insyaallah pengetahuan ini terkait  hasil penelitia akan kami sampaikan kepada masyarakat, terutama di wilayah Aisyiyah Galur,” katanya.

Senada, PJ Lurah Karangsewu, Fitri Lianawati menyebut kebiasaan  konsumsi kental manis juga melekat dalam berbagai kegiatan sosial di sekitarnya. Menurutnya, kental manis sangat mudah ditemui seperti di angkringan.

“Di setiap angkringan pasti itu ada rentengan kental manis. Kemudian di setiap orang yang jual es teh seperti teh tarik pakai itu,” ujar Fitri.

Fitri menyebut terdapat kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat memilih kental manis sebagai susu. Harga yang terjangkau, membuat orang lebih memilih kental manis dibandingkan produk susu lainnya seperti susu bubuk.

“Karena itu tadi, level ekonomi kita itu menengah ke bawah, sedangkan harga kental manis itu terjangkau, maka ini adalah potensi market pasar yang sangat positif bagi para produsen kental manis,” ucap Fitri.

Rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Dr. Warsiti S.Kp., M.Kep., Sp.Mat menekankan bahwa kebiasaan mengonsumsi kental manis harus menjadi perhatian karena berkaitan erat dengan masalah gizi yang bisa berdampak serius, termasuk stunting. Ia menyebut budaya konsumsi seperti ini perlu disikapi secara kolektif melalui edukasi yang tepat.

“Salah satu hal yang menjadi interest kami karena salah satu penyebab stunting adalah pola nutrisi atau pola gizi yang tidak baik, yang kemudian, dari situ juga kita bisa melihat ternyata memang adanya budaya masyarakat kita yang masih banyak mengkonsumsi yang namanya kental manis,” tutur Warsiti. (KUR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *