Semarang, Trivianews.id-Universitas Negeri Semarang (UNNES) melalui Fakultas Kedokteran mendata 100 balita di Kecamatan Semarang Utara dan Gunungpati yang rutin mengonsumsi kental manis sebagai pengganti susu pertumbuhan setiap hari. Balita ini menjadi bagian dari penelitian yang tengah dilakukan untuk menggali pengetahuan ibu terhadap kandungan kental manis, pemahaman gizi seimbang, serta dampaknya terhadap kesehatan balita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mengatakan alasan pemberian kental manis sebagai minuman susu untuk balita mereka karena anggapan kental manis sebagai susu. Beberapa ibu mengakui kental manis mengandung gula tinggi, namun tidak memahami dampak kesehatan bila dikonsumsi secara rutin.
Salah satu responden penelitian asal kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunung Pati yang juga orang tua dari balita berumur 3 tahun menyebutkan frekwensi konsumsi kental manis anaknya sebanyak 7 kali per hari. Ia memberikan kental manis karena pada kemasannya tertulis “susu” dan dalam iklan juga disebut demikian.
“Saya baca di situ ada kata susu, ya jadi saya pikir ya memang susu. Di iklan juga tahunya susu,” ungkapnya.
Koordinator Penelitian dari Prodi Gizi FK UNNES Dr. Mardiana, S.KM., M.Si., mengatakan perilaku pemberian kental manis untuk balita tersebut mencerminkan adanya kesenjangan pengetahuan yang cukup serius di masyarakat. Ia menjelaskan bahwa kental manis sebenarnya dirancang sebagai topping atau pelengkap makanan, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman utama pengganti susu.
Namun, temuan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak balita justru mengonsumsinya dalam jumlah besar, bahkan lebih dari tiga kali dalam sehari. Dalam beberapa kasus, konsumsi kental manis bisa mencapai hingga tujuh kali dalam satu hari.
“Itu tentu dampaknya luar biasa. Sekarang saja kita sudah mulai melihat tren penyakit tidak menular (PTM) muncul pada usia anak-anak, yang seharusnya belum,” ujarnya.
Satu sachet kental manis dapat mengandung sekitar 19 gram gula atau setara dengan 4 sendok teh. Jika dikonsumsi dua kali sehari, maka asupan gula pada balita sudah melebihi batas konsumsi harian yang direkomendasikan oleh Kementrian Kesehatan, yaitu tidak lebih dari 5% dari total kebutuhan kalori harian, atau sekitar 25 gram atau 6 sendok teh gula tambahan. Jumlah ini belum termasuk gula tambahan dari makanan dan minuman lainnya yang mereka konsumsi setiap hari.
Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya upaya peningkatan edukasi masyarakat tentang gizi anak, pangan aman, serta pemahaman terhadap label produk. Banyak wilayah, seperti Kelurahan Sukorejo di Kecamatan Gunungpati, hingga kini masih sangat minim penyuluhan terkait gizi maupun bahaya penggunaan kental manis secara berlebihan.
Hal senada juga disampaikan oleh anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi PDI Perjuangan, Michael, yang ditemui di tempat terpisah. Ia menilai bahwa persoalan mispersepsi terhadap kental manis ini perlu mendapat perhatian lebih luas, tak hanya di tingkat lokal, tetapi juga menjadi bagian dari agenda nasional.
Menurutnya, di tingkat daerah, langkah yang paling memungkinkan dan berdampak langsung adalah memperkuat jalur edukasi masyarakat, terutama melalui posyandu sebagai garda terdepan layanan kesehatan di lingkungan warga.
“Kalau dari kami, mungkin bisa lebih didorong ke arah edukasi yang menekankan peran posyandu, karena itu yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat,” ujarnya. (Kur)