YLKI Ingatkan Produsen Kental Manis Soal Kandungan dan Etika Promosi

Jakarta, Trivinews.id-Saat ini, masih banyak masyarakat yang mengonsumsi kental manis susu terutama kepada anak-anak mereka. Pasalnya, masyarakat masih beranggapan kental manis sebagai susu. Hal itu tidak terlepas dari promosi produk yang kerap memicu kekeliruan pemahaman masyarakat, bahwa kental manis adalah susu.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, mengingatkan produsen kental manis agar transparan dalam menyampaikan kandungan serta batasan penggunaan produknya. Sesuai Pasal 67 Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan pelaku usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim, dan/atau visualisasi yang tidak benar dan menyesatkan.

“Produsen harus benar-benar jujur menyampaikan isi kandungan dan batasan penggunaan produk. Masyarakat masih banyak yang mengira kental manis sama dengan susu cair atau bubuk, padahal jelas berbeda fungsi dan kandungannya,” kata Niti.

Niti menilai, informasi isi kandungan wajib disampaikan secara jelas dan jujur oleh produsen, mengacu pada UU Perlindungan Konsumen yang mengatur hak masyarakat atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.

Oleh karena itu, ia mengingatkan produsen mematuhi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur larangan mengiklankan barang secara tidak benar serta kewajiban memberikan informasi akurat. Pelanggaran dalam penyampaian informasi bisa merugikan konsumen dan mencederai kepercayaan publik.

“Informasi seperti ini harus disampaikan secara jelas kepada konsumen. Kalau produsen tidak transparan, sama saja melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur,” tutur Niti.

YLKI menyoroti adanya dugaan pelanggaran promosi produk kental manis salah satu produsen. Dalam salah satu iklan, terlihat kental manis disandingkan dengan teh dan diucapkan dengan kalimat bergaya sunda yakni ‘ini teh susu’. Tampilan iklan tersebut memunculkan tafsir ganda yang membuat konsumen salah mengartikan produk.

“Kalau melihat iklan tersebut, nada bicaranya bisa diartikan dua hal, yaitu sebagai panggilan kepada seseorang atau sebagai penegasan produk teh susu. Ambiguitas ini membuat konsumen berpotensi disesatkan oleh pesan yang disampaikan,” ujarnya.

Ia menilai lembaga berwenang seperti BPOM perlu turun tangan melakukan teguran hingga penindakan jika ditemukan pelanggaran. Proses biasanya dimulai dari teguran bertahap sebelum sanksi lebih lanjut.

“BPOM biasanya memberi teguran bertahap, mulai dari SP1 hingga SP2, sebelum penindakan. Dalam kasus ini, meski secara aturan kental manis boleh digunakan sebagai campuran, cara penyampaiannya yang ambigu bisa menjadi masalah,” tegas Niti.

Niti menambahkan, nada dan kalimat yang tidak jelas dalam promosi bisa masuk kategori pengaburan informasi. Hal itu bertentangan dengan semangat UU Perlindungan Konsumen yang menuntut kejujuran dan keterbukaan informasi dari pelaku usaha.

“Dengan nada bicara seperti itu, konsumen bisa salah paham bahwa produk ini adalah susu murni, padahal dalam ketentuan BPOM kental manis tidak diperuntukkan sebagai pangan tunggal,” pungkasnya. (KUR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *